Wednesday, November 24, 2010

MAKALAH PERBANKAN SYARIAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Menabung merupakan aktifitas yang dilakukan oleh manusia  sebagai upaya untuk menyimpan uangnya agar aman. Zaman dahulu manusia menabung di bawah bantal, di bawah kasur, ataupun diletakkan di salah satu sudut bagian rumah. Perkembangan peradaban manusia membawa jalan pikiran manusia untuk membuat aktivitas menabung berpindah tempat tidak lagi hanya di lingkungan rumah, namun telah berpindah ke sebuah lembaga yang di anggap berpotensi untuk menjaga uangnya agar aman. Lembaga tersebut biasa dikenal oleh masyarakat sekarang ini dengan sebutan BANK.
Awalnya bank hanya berperan sebagai tempat menyimpan uang agar aman dari pencurian ataupun terjadinya musibah baik alam maupun karena ulah tangan manusia yang tidak dapat diprediksa kehadirannya.
Sebagai tempat menabung. Bank juga berfungsi sebagai tempat meminjam untuk modal usaha ataupun untuk memenuhi kebutuhan konsumtif manusia seperti rumah dan  kendaraan bermotor. Bank juga berperan sebagai tempat investasi masa depan bagi nasabahnya.
Sejak lama masyarakat mengenal bank hanya sebagai sebuah institusi yang dapat memberikan keuntungan lebih ketika mereka menyimpan uang di bank, yaitu berupa bunga (interst). Sejak lama masyrakat mengganggap bahwa bunga bank yang mereka peroleh adalah hal yang wajar dan patut mereka peroleh manakala mereka menyimpan uangnya di bank. Bahkan, tak jarang lomba banjir hadiah yang diiming-imingkan kepada nasabah dimaksudkan sebagai slah satu cara untuk menarik minat masyarakat menjadi nasabah di bank tersebut.
Sayangnya, tanpa pernah di sadari sebenarnya bunga (interest) bank ini termasuk praktek kegiatan ekonomi yang biasa dilakukan oleh para rentenir yang selanjutnya dipraktekkan oleh dunia perbankan dengan lebih profesional.
Memperoleh imbalan bunga dengan menyimpankan uangnya di bank sama saja dengan menggandakan uang tanpa disertai dengan usaha produktif yang dilkukan dengan jelas dan transparan, padahal sebenarnya dagangan. Uang dalam tinjauan ajaran islam hanya berfungsi sebagai alat tukar terhadap aktivitas transaksi yang dilakukan oleh masyrakat. Dalam hal ini masyarakat tidak lagi harus pusing mimikirkan barang apa yang mereka butuhkan. Dahulu cara seperti ini biasa dikenal dengan sistim barter.
Saat ini, ada cara lain yang membuat masyarakat tetap bisa merasa aman menyimpan uangnya dibank, yaitu dengan menikmati bagi hasil dari uang yang mereka simpan di bank. Bagi hasil tidak sama dengan bunga.
Menabung pada dasarnya membrikan kesempatan pada bank sebagai lembaga keuangan  keungan untuk mengelola uang nasabah dengan baik pada sektor – sektor usaha yang benar dan jelas. Artinya, nasabah dalam hal ini berperan sebagai pihak pemilik uang. Sedang bank sebagai pihak peminjam.
Bila diterapkan bunga, maka sejak awal perjanjian, pihak pemilik uang telah menetapkan seberapa besar pihak peminjam harus mengembalikan uangnya   dengan nilai yang tentu saja menjadi lebih tinggi dari jumlah uang yang ia pinjamkan. Disinilah letak kdazaliman yang dari jumlah yang ia pinjam, ataupun sebaliknya bisa terjadi ketimpangan pembagian keuntungan yang tidak merata antara pihak pemilik dan dengan pihak peminjam.
 Berbeda denga sistem bagi hasil yang diterapkan perbankan syariah, antara pihak pemlik dana (nasabah) dengan pihak yang akan mengelola uangnya (bank) terdapat adanya kesepakatan berapa bagi hasil yang dijalankan dan memperoleh keuntungan. Disini, semua pihak yang melakuakan kerja sama bagi hasil akan memperoleh haknya untuk mendaptkan baginya masing – masing sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.






BAB II
MASALAH


Kita sudah mendengar mengenai sistem baru dunia perbankan selain dari perbankan konvensional yakni perbankan syariah. Perbankan syariah adalah perbankan yang berdasarkan pada syariat-syariat islam. Perbankan ini sudah sangat berkembang di Indonesia dan perbankan di dunia.
Oleh sebab itu penulis dalam makalah ini ingin lebih mengupas mengenai sistem yang berlaku diperbankan syariah yang disebut sistem bagi hasil, lalu seperti apa sistem bagi hasil tersebut ?
Penulis juga ingin sedikit menjelaskan mengenai perbedaan dari beberapa sistem ekonomi dunia yakni sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis, dan sistem ekonomi syariah.
Dalam makalah ini pula penulis ingin lebih mendalami mengenai produk-produk apa saja yang dihasilkan dari perbankan syariah.
Kemudian penulis juga ingin menjelaskan sedikit gambaran mengenai perkembangan perbankan syariah di Indonesia.










BAB III
LANDASAN TEORI dan
SISTEM EKONOMI SYARIAH

II.a Landasan Teori
Landasan teori perbankan syariah adalah Al-Qur’an dan Hadist:
o   JUAL BELI (Perdagangan)

“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(QS. Al Baqarah [2] : 275)
“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil”
(QS. Al.An’am [6] : 165)
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar, itulah yang lebih utama dan lebih Baik akibatnya”
(QS. Al-Isra’ [17] : 35)

o   AS –SALAM (Membeli Tapi Menerima Barang Kemudian)

“Aku bersaksi bahwa As Salaf  (As – Salam) yang dipinjam untuk jangka waktu tertentu benar – benar telah dihalalkan oleh Allah dalam kitabullah dan beriman, apabila kamu berutang untuk waktu yang ditentukan, hendaknya menuliskan dengan benar”
(QS. Al – Baqarah [2] : 282)
“Janganlah kamu menjual barang yang tidak ada padamu”
(HR. Ahmad dan Muslim)

o   RIBA

“Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu, kamu tidak berbuat zalim dan tidak pula dizalimi”
(QS. Al – Baqarah [2] : 279)
“Allah melaknat pemakai riba, yang memberinya, para saksinya , dan pencatatnya”
(HR. Bukhari dan Muslim)
“Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertawakallah kamu kepada Allah supaya kamu dikasihi”
(QS. Ali Imran [3] : 130)

o   QIRADH (Pinjaman)

“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah penangguhan waktu sampai ia mempunyai kelapangan dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui)
(QS. Al-Baqarah [2] : 280)

o   RAHN (GADAI)

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis. Hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang mengutangkan). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercyai itu menunaikan amanat (utang)nya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan Tuhannya’
(QS. Al – Baqarah [2] : 238)

o   QIRADH (PINJAMAN)

“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah penangguhan waktu sampai ia mempunyai kelapangan dan menyedekahkan (sebagai atau semua utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”
(QS. Al – Baqarah [2] : 280)

o   RAHN (GADAI)

“Janganlah pemegang harta gadai menghalangi hak atas barang gadai tersebut dari peminjam yang menggadaikan. Peminjam berhak memperoleh bagiannya dan bila di berkewajiban membayar dendanya”
(HR.Syafi’i,Atsram, dan Daruquthni)

o   IJARAH (SEWA BARANG DAN KOMPENSASI JASA)

“Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlangsung suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”
“QS.An-Nisa’ [4] : 29)

o   ARIYAH (PINJAMAN)

“Dan tolong-menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan takwa dan janganlah kamu tolong-menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan”
(QS. Al-Maaidah [5] : 2)

o   WADIAH (BARANG TITIPAN)

“Tunaikanlah amanah kepada orang yang memberikan amanah kepadamu...”
“Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya”
“QS. Al-Baqarah [2] : 283)
II.b    Sistem Ekonomi Syariah
Ada tiga sistem ekonomi yang ada dimuka bumi ini yaitu kapitalis, sosialis dan Mix Economic. Sistem ekonomi tersebut merupakan sistem ekonomi yang berkembang berdasarkan pemikiran barat. Selain itu , tidak ada diantara sistem ekonomi yang ada secara penuh berhasil diterapkan dalam perekonomian dibanyak negara. Sistem ekonomi sosialis atau komando hancur dengan buabrnya Uni Soviet. Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang shahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedkit semakin kaya.
Dengan kata lain kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negara – negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stilghtz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan  dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol dari pada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang negara yang mayoritas penduduknya beragama islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarakan pada AL-Quran dan Hadist.
II.b 1. Perbandingan Paradigma, Dasar dan Filosofi sistem Ekonomi
Dari penjelasan yang telah diungkapkan di atas menyangkut sistem ekonomi yang ada, maka ada tiga sistem ekonomi yang utama saat ini, yang diterapkan oleh negara-negara di muka bumi ini. Tiga sistem sosialis, sistem kapitalis dan sistem ekonomi syariah. Ke tiga sistem ekonomi tersebut mempunyai paradigma, dasar dan filosi yang  berbeda dan bertolak belakang satu dengan yang lain. Perbedaan yang mendasar menyangkut paradigma, dasar dan filosofi ke tiga sistem ekonomi tersebut terlihat pada Gambar 1.1.
Dari bagan pada Gambar 1.1 terliahat bahwa, untuk sistem ekonomi sosialis, paradigma yang digunakan adalah Marxis yaitu paradigama yang tidak mengakui pemilikan secara individual. Semua kegiatan, baik produksi maupun yang lainnya ditentukan oleh negara dan didistribusikan secara merata menurut kepenting negara. Dasar yang digunakan dalam ekonomi sosialis yaitu bahwa, semua anggota masyarkat merupakan satu kesatuan yang mempunyai kesamaan hak, kesamaan tanggung jawab dan kesamaan lainnya. Dalam sistem ekonomi sosialis ini, semua orang harus sama tidak boleh ada perbedaan.
Sistem ekonomi kapitalis merupakan sistem ekonomi yang mempunyai paradigma bahwa, kegiatan ekonomi ditentukan oleh mekanisme pasar. Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa, semua orang merupakan mahluk ekonomi  yang digunakan adalah bahwa, semua orang merupakan mahluk ekonomi yang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dan akan terus berusaha memenuhinya sekuat kemampuannya. Individuallisme merupakan filosofi yang digunakan. Dalam hal ini, semua orang berhak untuk memenuhi kebutuhannya sebanyak-banyaknya dan berhak atas kekayaan yang dimiliknya secara penuh. Faktor-faktor produksi dapat dikuasai secara individu dan digunakan oleh yang bersangkutan sesuai dengan keinginannya tanpa dibatasi sepanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya, sistem ekonomi syariah mempunyai paradigama bahwa, segala sesuatu yang ada dan kegiatan yang dilakukan harus didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist atau syariah islam.
Dalam ekonomi syariah, etika agama kuat sekali melandasi hukum-hukumnya. Etika sebagai ajaran baik-buruk, benar-salah, atau ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama. Etika agama islam tidak mengarah pada kapitalisme maupun sosialisme maupun sosialisme. Jika Kapitalisme menonjolkan sifat individualisme dari manusia, dan Sosialisme pada kolektivitasme, maka Islam menekankan empat sifat sekaligus yaitu:
1.     Kesatuan (unit)
2.     Keseimbanga (equilibrium)
3.     Kebebasan (free will)
4.     Tanggung jawab (responsibilty)
Sistem ekonomi syariah berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun Negara Kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena islam menantang exsploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. “kecelakaanlah bagi setiap ... yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung” (Al-Quran Al-Humazah,2). Orang miskin dalam islam tidak dihujat sebagai kelompok yang malas dan yang tidak suka menabung atau berinvestasi. Ajaran islam menjungjung tinggi upaya pemerataan untuk mewujudkan keadilan sosial, “jangan sampai kekayaan hanya beredar dikalangan orang-orang kaya saja diantara kamu” (Al-qur’an, Al-Hasyr,7)
Disejajarkan dengan sosialisme, islam berbeda dalam hal kekuasaan negara, yang dalam Sosialisme sangat kuat dan menentukan.kebebasan perorangan yang dinilai tinggi dalam islam jelas bertentangan dengan ajaran sosialisme.
Akhirnya ajaran Ekonomi Kesejahteraan (Welfare State) yang berada ditengah-tengah antara Kapitalisme dan Sosialisme memang lebih dekat ke ajaran islam. Bedanya hanyalah bahwa dalam islam etika benar-benar dijadikan pedoman perilaku ekonomi sedangkan dalam Welfare State tidak demikian, karena etika Welfare State adalah sekuler yang tidak mengarahkan pada “integritasi vertikal” antara aspirasi materi dan spiritual (Naqvi,1951,h80)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam islam pemenuhan kebutuhan materil dan spiritual benar-benar dijaga keseimbangannya, dan pengaturan oleh negara, meskipun ada, tidak akan bersifat otoriter.
Karena etika dijadikan pedoman dalam kegiatan ekonomi, maka dalam berbisnis juga menggunakan etika islam. Etika bisnis menurut ajaran islam juga dapat digali langsung dari Al-Quran dan Hadist Nabi. Misalnya karena adanya larangan riba, maka pemilik modal selalu terlibat langsung dan bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan miliknya, bahkan terhadap buruh yang dipekerjakannya. Perusahaan dalam sistem ekonomi syariah adalah perusahaan keluarga bukan perseroan terbatas yang pemegang sahamnya dapat menyerahkan pengelolaan perusahaan begitu saja pada Direktur atau manager yang digaji. Memang dalam sistem yang demikian tidak ada perusahaan yang menjadi sangat besar, seperti di dunia kapitalis barat, tetapi juga tidak ada perusahaan yang riba-tiba bangkrut atau dibangkrutkan.
Etika Bisnis Islam menjungjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran, dan keadilan, sedangkan antara pemilik perusahaan dan karyawan berkembang semangat kekeluargaan (brotherhood). Misalnya dalam perusahaan yang islam gaji karyawan juga mendapat bonus jika keuntungan meningkat. Buruh muda yang masih tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah, sedangkan yang sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi dibanding rekan-rekan yaang muda. 

BAB IV
PEMBAHASAN

Bank syariah menerapkan sistem bagi hasil kepada nasabah yang menabungkan uangnya di bank. Artinya, nasabah tidak akan pernah dapat menghitung dengan pasti berapa jumlah uangnya yang akan bertambah setiap bulan bila mereka telah menabung dalam jumlah tertentu. Namun, nasabah dapat menghitung porsi atau bagian yang menjadi hak mereka dan berapa porsi atau bagian yang menjadi hak pihak bank syariah.
Perhitungan bagi hasil dihitung secara harian oleh pihak bank syariah, namun akan diberikan langsung oleh pihak bank melalui rekening nasabah setiap akhir bulan. Ada juga beberapa bank syariah yang memberikan bagi hasilnya secara langsung melalui rekening nasabah pada pertengahan bulan.
Nilai bagi hasil yang diperoleh oleh nasabah tidak akan pernah sama setiap saat meskipun jumlah uang yang mereka miliki di bank tersebut sama. Mangapa? Karena bagi hasil tergantung pada berapa jumlah uang seluruh nasabah yang ditabung di bank tersebut dan berapa jumlah uang yang telah dikelola oleh bank untuk sektor-sektor usaha rill sehingga memberikan keuntungan bagi pihak bank. Keuntunga  inilah yang kemudian dibagi kepada pihak bank sebagai pengelola uang (mudharib) dan nasabah sebagai pemilik uang (shahibul mal) berdasarkan porsi atau bagian yang telah disepakati bersama di muka.

IV.a  Produk Perbankan syariah

Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (I) Produk Penyaluran Dana, (II) Penghimpunan Dana dan (III) Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.


I.                   Penyaluran dana
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:
1.     Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
2.     Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakuakan dengan prinsip sewa.
3.     Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk uang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam, dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijiarah. Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah.
1.     Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual – beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya
a.     Pembiayaan Murabahah
Murtabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal sebagai murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) yaitu transaksi jual-beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan.kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayarannya.

b.     Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Ketentuan umum salam:
·        Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya.
·        Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
·        Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persedian (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau rekanan.ini disebut pasar Salam.

c.      Istishna
Produk ini menyerupai produk salam, namun dalam istihna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istihna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

2.     Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijiriah objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijiarah muntahhiyah bittmlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga jual disepakati pada awal perjanjian.

3.     Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil adalah musyarakah dan mudharabah.
a.     Musyrakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukkan seluruh bentuk sumber daya (aset) baik yang berwujud maupun tidak berwujud (berupa dana, barang perdagangan [trading asset], kewiraswaataan [entrepreneurship], kepandaian [skill], kepemilikan [property], peralatan[equipment], atau intangible asset [seperti hak paten atau goodwill], kepercayaan/reputasi [credit worthiness] dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
ketentuan umum:
Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukkan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
b.     Mudharabah
Mudhrabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercyakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu dalam mudhrabah modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Musyarakah dan Mudharabah dalam literatul fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjungjung keadilan.


Ketentuan umum
·        Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan dalam satuan uang.
·        Perhitungan dilakukan dengan pendapatan proyek (revenue sharing) dan perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing).
·        Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan akad.
·        Bank berhak untuk melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak diperkenankan untuk mencapuri pekerjaan nasabah.
Mudharabah Muqqayadah
Karakteristik mudharabbah muqayadah pada dasarnya sama dengan spersyaratan diatas. Perbedaannya adalah terletak pada dasarnya adalah terletak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan permintaanpemilik modal.
4.     Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanyaa diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelngkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya – biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.

a.     Hiwalah (Alih Utang – Piutang)
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang.
b.     Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan harus milik sendiri, jelas ukuran,sifat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar,dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
c.      Qardh
Qardh adalah pinjaman uang.
d.     Wakalah
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
e.      Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjaminpembayaran suatu kewajiban pembayaran.
  
          2.  Produk Penghimpunan Bank
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabuangan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah.
1.     Prinsip Wadiah
Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadiah dhamanah berbeda dengan wadiah amanah. Dalam wadiah dhamanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan dalam hal Wadiah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Karena wadiah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga disifati dengan yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai yang dipinjami.
Ketentuan umum dari produk ini adalah:
·        Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan dimuka.
·        Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
·        Terhadap pembukuan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
·        Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

2.     Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib – ada pemilik dana, ada usaha yang akan dibagi hasilkan, ada nisbah, ada ijab kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi tiga yaitu:
a.     Mudaharabah mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasrkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
b.     Mudharabah Muqqayyadah on balance Sheet
Jenis mudharabbah ini merupakan simpanan khusus (restriced investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya diisyarakatkan digunakan untuk bisnis tertentu atau diisyarkatkan untuk nasabah tertentu. Perhitungan bagi hasil Mudharabah Muqqayyadah on balance Sheet adalah seluruh nasabah kepada bank tanpa ada pembatasan tertentu pada pelaksana usaha yang dibiayai maupun akad yang digunakan. Nasabah investor memberikan kebebasan secara mutlak kepada bank syariah untuk mengatur seluruh aliran dana, termasuk memutuskan jenis akad dan pelaksana usaha di seluruh sektor. 
c.      Mudharabah Muqqayyadah off Balance Sheet
Jenis muddarabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langusung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Dalam skema ini bank syariah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan transaksinya di bank syariah secara off balance sheet. Bagi hasilnya hanya melibatkan nasabah investor dan pelaksana usaha saja. Besar bagi hasil tergantung kesepakatan antara nsabah investor dan pelaksana usaha bank hanya memperoleh arrengger fee.  

3.     Akad Pelangkap
Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana. Biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.



Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
III.C   Jasa Perbankan
Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapatkan imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa:
a.     Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Pada prinsipnya jual-beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.

b.     Ijarah (sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan buka tutup (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.

VI.b Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia

Adanya bank syariah di Indonesia dimulai sejak awal tahun 90-an, tepatnya pada tahun 91 yaitu dengan brdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Setelah diikuti oleh berdirinya Bank Syariah Mandiri (BSM). Fenomena perbankan syariah di Indonesia merupakan jerih payah perjuangan para penggagas adanya kelembagaan ekonomi keuangan dalam islam karena dengan adanya bank syariah, umat islam Indonesia daapat tertolong dalam bertransksi yang sesuai dengan syar’i dan memberikan rasa ketenangan dihati umat islam Indonesia.
Perkembangan industri perbankan syariah dalam tahun2004 masih dilandasi dengan tingkat ekspansi yang tinggi yang menunjukkan adanya demand terhadap jasa perbankan syariah yang tinggi yang telah di perkirakan dalam berbagai kajian yang dilakukan.
Perkembangan tersebut didukung pula oleh kondisi moneter dan kebijakan perbankan yang kondusif. Hal ini tercermin dari pertumbuhan yang signifikan pada sejumlah indikator seperti jumlah bank dan jaringan kantor dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan.
Secara institusional , dalam tahun 2004 jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah meningkat menjadi 3 bank umum syariah, 15 unit usaha syariah (UUS) dari bank umum konvesional (Bank Tugu) menjadi bank Umum Syariah yaitu Bank Syariah Mega Indonesia dibukanya 7 UUS dari bank umum konvensional khususnya bank-bank pembangunan daerah yaitu Bank DKI, BPD Riau, Bank Niaga, BPD KALSEL, BPD Sumut, BPD Aceh dan Bank Permata. Ijin operasional juga telah diberikan kepada 5 BPRS (satu konversi) yaitu BPRS Situbondo, BPRS Tenggamus, BPRS Buana Mitra Perwira, BPRS Artha Surya barokah dan BPRS Bhakti Sumekar. Meski demikan terhadap satu BPRS yang dicabut ijin usahanya yaitu BPRS Dharma Amanah.
Disamping peningkatan jumlah bank syariah yang beroerasi, jaringan kantor bank syariah juga menunjukkan pertumbuhan yang sangat signifiakan. Selama periode laporan jumlah kantor bank syariah (termasuk kantor kas dan kantor cabang pembantu) bertambah 96 kantor dari jumlah 337 kantor pada tahun2003 menjadi 443 kantor pada akhir tahun 2004 pertumbuhan jumlah dan jaringan kantor bank syariah tersebut dismping sejalan dengan hasil penelitian bank Indonesia mengenai potensi penegembangan perbankan syariahtersebut disamping sejalan dengan hasil penelitian bank Indonesia mengenai potensi perkembangan perbankan syariah disejumlah daerah , juga tidak terlepas dari kebijjakan bank Indonesia yang mendukung perluasan jaringan kantor bank syariah khusunya diluar wilayah ibu kota Provinsi. Dengan demikian jaringan perbankan syariah kini telah hadir dihampir sebagian besar provinsi.


V
PENUTUP

Setelah mempelajari lebih dalam mengenai sistem bagi hasil perbankan syariah maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
·        Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada  waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi.
·        Besarnya nisbah (rasio) bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
·        Bagi hasil yang diberikan tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan bank syariah yang bersangkutan.
·        Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil.
·        Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Kemudian ciri-ciri perbankan syariah adalah:
·        Bisa menjadikan uang sebagai alat tukar bukan komoditi yang diperdagangkan.
·        Bank syariah menggunakan cara bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi Rill bukan sistem bunga sebagai imbalan terhadap pemilik uang yang besarnya ditetapkan dimuka.
·        Resiko usaha akan dihadapi bersama antara nasabah dengan bank syariah dan tidak mengenal selisih negatif (negative spread).
·        Pada bank syariah (DPS) sebagai pengawas kegiatan operasional bank syariah agar tidak menyimpang dan nilai-nilai syariah.
Prospek perkembangan perbankan syariah menerut penulis kedepan akan baik sekali selama sistem bagi hasil dan syariat-syariat islam ditegakkan dengan benar, adil, dan jujur karena sistem perbankan syariah yang memang tidak memberatkan antara kedua pihak dan sistem bagi hasil ini memang lebih baik dari pada sistem bunga.

VI
DAFTAR PUSTAKA

Buku digital
PKES- Pusat Ekonomi Syariah

1 comment: