1.
Kasus KAP Anderson dan Enron
Kasus KAP Anderson dan Enron terungkap saat Enron
mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat
itu terungkap, terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan, yang
menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang
sama. Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAP Anderson mempertahankan Enron
sebagai klien perusahaan dengan memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran
dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa
periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan
laba bersih sebesar $ 393, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami
kerugian sebesar $ 644 juta yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron.
Komentar : Kecurangan yang dilakukan
oleh Arthur Andersen telah banyak melanggar prinsip etika profesi akuntan
diantaranya yaitu melanggar prinsip integritas dan perilaku profesional. KAP
Arthur Andersen tidak dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik
sebagai KAP yang masuk kategoti The Big Five dan tidak berperilaku profesional
serta konsisten dengan reputasi profesi dalam mengaudit laporan keuangan dengan
melakukan penyamaran data. Selain itu Arthur Andesen juga melanggar prinsip
standar teknis karena tidak melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan.
2.
Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat
Selasa,
18 Mei 2010 | 21:37 WIB
JAMBI, KOMPAS.com – Seorang akuntan publik yang
membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman
modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat
kasus korupsi dalam kredit macet.
Hal ini
terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut
pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.
Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam,
pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah
kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap
ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam
kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi
Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden
Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI.
Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak
dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah
kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. “Ada empat
kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan
keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak
kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut,” tegas Fitri.
Keterangan
dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan
dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik
dalam kasus tersebut di Kejati Jambi.
Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang
diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang
diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang
diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap
pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus
dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit
macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya.
Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa
kasus ini belum maumemberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil
konfrontir tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan
publik tersebut.
Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana
korupsi itu terungkap setelah kejaksaan mendapatkan laporan adanya
penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan
Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua orang
tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan
pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai
pejabat penilai pengajuan kredit.
komentar:
Dalam
kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode
etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah
melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu :
1. Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya
dia (Biasa Sitepu) tidak mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai
seorang akuntan sehingga dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat
ketidakpercayaan terhadap masyarakat.
2. Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui
kecurangan yang dia lakukan hingga akhirnya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi.
3. Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur,
mudah dipengaruhi oleh pihak lain.
4. Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten
dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik telah melanggar etika
profesi.
5. Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti
undang-undang yang berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap profesionalnya
sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.
3.
Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang diduga
menyuap pajak.
September tahun 2001,
KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan
publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75
ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional
KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker
Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini, kewajiban
pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$
270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak
perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan
secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS,
Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt
Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar
negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik
Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar
pengadilan. KPMG pun terselamatan.
Komentar : Pada kasus ini KPMG telah
melanggar prinsip integritas karena tidak memenuhi tanggungjawab profesionalnya
sebagai Kantor Akuntan Publik sehingga memungkinkan KPMGkehilangan kepercayaan
publik. KPMG juga telah melanggar prinsip objektivitas karena telah memihak
kepada kliennya dan melakukan kecurangan dengan menyogok aparat pajak di
Indonesia.
4.
Malinda Palsukan Tanda Tangan Nasabah
JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus pembobolan dana
Citibank, Malinda Dee binti Siswowiratmo (49), diketahui memindahkan dana
beberapa nasabahnya dengan cara memalsukan tanda tangan mereka di formulir
transfer.
Hal ini terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa
Penuntut Umum di sidang perdananya, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
Selasa (8/11/2011). "Sebagian tanda tangan yang ada di blangko formulir
transfer tersebut adalah tandatangan nasabah," ujar Jaksa Penuntut Umum,
Tatang sutar
Malinda antara lain memalsukan tanda tangan Rohli bin
Pateni. Pemalsuan tanda tangan dilakukan sebanyak enam kali dalam formulir
transfer Citibank bernomor AM 93712 dengan nilai transaksi transfer sebesar
150.000 dollar AS pada 31 Agustus 2010. Pemalsuan juga dilakukan pada formulir
bernomor AN 106244 yang dikirim ke PT Eksklusif Jaya Perkasa senilai Rp 99
juta. Dalam transaksi ini, Malinda menulis kolom pesan, "Pembayaran Bapak
Rohli untuk interior".
Pemalsuan lainnya pada formulir bernomor AN 86515 pada
23 Desember 2010 dengan nama penerima PT Abadi Agung Utama. "Penerima Bank
Artha Graha sebesar Rp 50 juta dan kolom pesan ditulis DP untuk pembelian unit
3 lantai 33 combine unit," baca jaksa.
Masih
dengan nama dan tanda tangan palsu Rohli, Malinda mengirimkan uang senilai Rp
250 juta dengan formulir AN 86514 ke PT Samudera Asia Nasional pada 27 Desember
2010 dan AN 61489 dengan nilai uang yang sama pada 26 Januari 2011. Demikian
pula dengan pemalsuan pada formulir AN 134280 dalam pengiriman uang kepada
seseorang bernama Rocky Deany C Umbas sebanyak Rp 50 juta pada 28 Januari 2011
untuk membayar pemasangan CCTV milik Rohli.
Adapun tanda tangan palsu atas nama korban N Susetyo
Sutadji dilakukan lima kali, yakni pada formulir Citibank bernomor No AJ 79016,
AM 123339, AM 123330, AM 123340, dan AN 110601. Secara berurutan, Malinda
mengirimkan dana sebesar Rp 2 miliar kepada PT Sarwahita Global Management, Rp
361 juta ke PT Yafriro International, Rp 700 juta ke seseorang bernama Leonard
Tambunan. Dua transaksi lainnya senilai Rp 500 juta dan 150 juta dikirim ke
seseorang bernamVigor AW Yoshuara.
"Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Rohli bin
Pateni dan N Susetyo Sutadji serta saksi Surjati T Budiman serta sesuai dengan
Berita Acara Pemeriksaan laboratoris Kriminalistik Bareskrim Polri," jelas
Jaksa. Pengiriman dana dan pemalsuan tanda tangan ini sama sekali tak disadari
oleh kedua nasabah tersebut.
komentar:
contoh
kasus yang saya ambil yaitu tentang pemalsuan tanda tangan nasabah yang
dilakukan oleh melinda dimana Dalam kasus ini malinda melakukan banyak
pemalsuan tanda tangan yang tidak diketahui oleh nasabah tersebut. Dalam kasus
ini ada salah satu prinsip-prinsip yang telah dilanggar yaitu prinsip
Tanggung jawab profesi, karena ia tidak melakukan pertimbangan professional
dalam semua kegiatan yang dia lakukan,disini melinda juga melanggar
prinsip Integritas, karena tidak memelihara dan meningkatkan kepercayaan
nasabah.
5.
Kasus Mulyana W Kusuma.
Kasus ini terjadi sekitar tahun
2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK
yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic
pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara,
amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan,
badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan
penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada
sebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan
akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan,
ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu
tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana
ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor
BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK
bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama
dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan
alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro
dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni
Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat
bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut
telah melanggar kode etik akuntan.
komentar: Berdasarkan kode etik akuntan, kami lebih setuju
dengan pendapat yang kedua, yaitu bahwa Salman tidak seharusnya melakukan
perbuatan tersebut, meskipun pada dasarnya tujuannya dapat dikatakan mulia.
Perbuatan tersebut tidak dapat dibenarkan karena beberapa alasan, antara lain
bahwa auditor tidak seharusnya melakukan komunikasi atau pertemuan dengan pihak
yang sedang diperiksanya. Tujuan yang mulia seperti menguak kecurangan yang
dapat berpotensi merugikan negara tidak seharusnya dilakukan dengan cara- cara
yang tidak etis. Tujuan yang baik harus dilakukan dengan cara-cara,
teknik, dan prosedur profesi yang menjaga, menjunjung, menjalankan dan
mendasarkan pada etika profesi. Auditor dalam hal ini tampak sangat tidak
bertanggung jawab karena telah menggunakan jebakan uang untuk menjalankan
tugasnya sebagai auditor.
Sumber :
http://yonayoa.blogspot.com/2013/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html
No comments:
Post a Comment