Sunday, March 20, 2011

Subjek dan Objek Hukum Dagang / Perdata


SUBJEK DAN OBJEK HUKUM DAGANG / PERDATA

Hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Terjadinya hubungan hukum antara pihak-pihak menunjukkan adanya subyek sebagai pelaku dan benda yang dipermasalahkan oleh para pihak sebagai obyek hukum.

Subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.

Obyek hukum adalah segala sesuatu berguna bagi subyek hukum dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum. Obyek hukum adalah benda.

Dibawah ini adalah salah satu instusi yang sebagai subjek hukum , yakni KPK.

KPK dan Politik
Komisi Pemberantasan Korupsi yang hanya berkedudukan di Jakarta telah berkiprah dua tahun untuk menunaikan tugasnya sebagai salah satu aparat penegak hukum.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkhususkan diri dalam memberantas korupsi dengan prosedur menuntut orang- orang yang diduga terlibat tindak pidana korupsi (tipikor) ke pengadilan.

Dalam peringatan ulang tahun, Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengungkap kekecewaannya atas masih sunyi, curiga, dan setengah hati untuk memberantas korupsi, bahkan harus menghadapi serangan balik saat suatu kelompok terganggu kepentingannya. Modus ini dibungkus penilaian adanya pelanggaran prosedur dan pelemahan sistematis (Kompas, 30/12/2005).

Keprihatinan KPK bukan saja bertalian dengan kondisi penegakan hukum atau peradilan, tetapi juga yang penting politik di mana sarat dengan tarik-menarik kepentingan, terutama bertalian dengan kepentingan oligarki yang berkuasa.

Perluasan Institusi
KPK berdasar pendekatan institusional dapat ditengok sebagai perluasan institusi kepolisian dan kejaksaan yang bertujuan memberantas korupsi. Namun secara khusus, KPK berwenang dan bertugas menyidik, menyelidiki, dan menuntut atas perkara korupsi. Konsekuensi perluasan institusi adalah meningkatnya pembiayaan (anggaran) negara.
Sebagai institusi baru, KPK merasa perlu menegaskan perannya. Maka diperlukan langkah pengembangan kapasitas kelembagaan (capacity building) yang sejalan dengan misinya. KPK dimajukan sebagai kekuasaan yang tangguh dalam memberantas korupsi dan mampu mencegahnya terjerumus ke kubangan korupsi (Kompas, 31/12/2005).

Institusi KPK telah dibangun dengan merekrut personel dari kepolisian maupun kejaksaan. Para pimpinan dan anggotanya dipenuhi dengan gaji dan tunjangan layak dengan harapan tak tergoda suap dan pemerasan yang membuatnya dapat menegakkan prinsip semua orang sama di muka hukum tanpa pandang bulu.

Tak cuma itu, KPK ”dimodali” wewenang super tepatnya kekuasaan besar dalam mengimplementasikan tugas-tugas yang seharusnya dikerjakan. Dengan wewenang yang besar, jelas akan memperkuat posisi institusinya terhadap institusi-institusi negara lainnya. Sehingga tak perlu sungkan untuk mengambil tindakan yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Dilihat dari besarnya wewenang, fasilitas, dan personel yang disediakan, secara internal KPK bisa mempercepat pengembangan kapasitasnya sebagai institusi pemberantas korupsi. Yang pokok, KPK harus menjadi institusi independen dan tak memihak pada kepentingan apa pun.

Politik dan Godaan
Format politik telah berubah seperti berperannya partai-partai, pemilu, parlemen, dan otonomi daerah. Dampaknya pada pentingnya dukungan massa. Namun, politiknya diwarnai dugaan politik uang (money politics). Di era Soeharto diduga terjadi sentralisasi korupsi, kini desentralisasi korupsi.
Dugaan desentralisasi (perluasan) tampaknya tak melenceng jika dipertalikan dengan hasil survei Transparency International Indonesia (TII) yang mengungkap empat institusi paling korup, yaitu partai politik (parpol) dengan indeks 4,2; disusul parlemen (4,0) yang belakang heboh pemborosan ”studi banding”; polisi (4,0); bea dan cukai (4,0).

Kini, juga masih kuat dugaan berlanjutnya ”mafia peradilan” seperti sejumlah hakim agung yang menangani kasus Probosutedjo diduga menerima suap. Indeks korupsi pada lembaga peradilan masih tinggi, yaitu 3,8. Berikutnya adalah institusi pajak (3,8) dan aparat birokrasi (3,5).

Gejala itu menandakan, korupsi cenderung meluas kendati serangkaian gerakan protes atasnya terus digaungkan, bahkan mendapat dukungan dari lembaga- lembaga keuangan internasional dan organisasi nonpemerintah (ornop) pengawas korupsi. Pada tingkat negara pun dibentuk dan dioperasikan KPK. Namun, karakter politiknya terus merintangi pemberantasan korupsi.

Referensi :
Hendardi, Ketua Majelis Anggota PBHI dan Pendiri Setara Institute
http://komarudinmarch.blogspot.com/2009/12/subjek-dan-objek-hukum-dagang-perdata.html

1 comment:

  1. follow balik ya salam kenal aku anak hukum unsri klau2 bisa saling tuker ilmu... makasih

    ReplyDelete